Wednesday, June 14, 2017

Kisah perjodohan berakhir di meja pengadilan


BaruMerdeka.com - Perjodohan yang digagas orangtua menjadi momok tersendiri bagi anak yang sedang dikejar target untuk menikah. Orangtua berpendapat penilaiannya tidak pernah salah untuk anaknya. Anakpun harus patuh dan bisa menerima keputusan orangtua. 

Wina (29) yang menikah atas dasar perjodohan dan terpaksa ingin membahagiakan orangtua. 

"Saya menikah pada tahun 2014 dengan seorang laki-laki pilihan ayah," ucapnya ketika dihubungi merdeka.com, Jumat (8/1). 

Awal mula perjodohan Wina dengan laki-laki pilihan ayahnya memang sangat singkat. Tiga bulan Wina dan lelaki berlatar belakang santri inipun menjalani pendekatan. Menurut Wina, lelaki tersebut tidak sesuai dengan kriterianya. 

"Tiga bulan kita jalani tapi dia gak masuk kriteria. Mungkin karena dia gak pernah pacaran dan saya pernah mengalami pacaran," ungkapnya. 

"Kan saya lebih suka sama orang yang perhatian dan suka ngehubungin kalau lagi PDKT tapi dia malah kaku," tambahnya. 

Wina tak ingin menjadi anak durhaka maka dari itu dia menuruti apa kata ayahnya. Tak hanya ingin menuruti perintah, ayahnya pun mendesak untuk menikah dengan pria yang beda usia lima tahun tersebut. 

"Waktu itu saya memang ikhlas tapi karena Ayah bilang : Jika kamu mau sama dia, tahun ini nikah (tahun 2014) tapi kalau gak mau urus diri sendiri," ungkapnya. 

Dilema dan sedih meracuni Wina karena tak bisa melepaskan kenangan bersama mantan kekasih yang telah dia rajut selama 7 tahun. "Saya memang gak bisa move on dari mantan pacar yang dulu, sudah tujuh tahun saya jalani sama dia. Dari tahun 2004-2010 dan memang gak bisa lupa pada saat itu," bebernya. 

Menurutnya tak mudah untuk memutuskan memilih seorang pendamping yang tidak sesuai hatinya. Wina pun menuruti untuk menikah dengan lelaki tersebut pada tahun 2014. Namun dalam hati kecilnya Wina tak ikhlas untuk menerima lelaki pilihan ayahnya. 

"Kalau dibilang gak Ikhlas ya gak!. Saya mencoba untuk menghormati dan membuat ayah bahagia. Waktu menjelang pernikahan pun saya sudah males-malesan buat ngerjain segala macam. Kalo dibilang memang pilihan orangtua terbaik memang iya tetapi mungkin hati saya yang tak menerima dengan perjodohan yang digagas oleh Ayah dan Ibu Saya," ungkapnya.
Setelah Wina mengiyakan untuk hidup bersama lelaki pilihan ayahnya, keluarga dari pihak lelaki dan pihak Wina bertemu untuk menentukan tanggal pernikahan. Wina masih ingat betul pada saat itu dirinya tak ingin menikah namun sudah merasa yakin untuk bisa mencoba.

"Orangtua ketemu terus ada acara lamaran. Dan saya harus ikhlas dengan itu. Bismillah karena itu mungkin yang terbaik," katanya. 

Setelah lamaran, beberapa bulan pun berselang Wina dan lelaki pilihannya menjalani akad nikah. Jelang akad nikah pun hati Wina tak karuan. "Waktu akad nikah hati saya campur-campur seneng sih bisa melepas lajang tapi takut setelah akad gimana?" bebernya.

Wina dan lelaki berlatar belakang santri ini pun mengikat janji suci namun berlandaskan keikhlasan dari Wina. Lantaran hanya bermodal ikhlas Wina pun masih ada rasa canggung karena tak mengenal lebih dalam sosok suaminya tersebut. 

"Sudah sah tapi saya masih anggep dia kayak orang asing, jadi pas sudah sah saya gak tidur sekamar sama suami saya. Suami tidur di kamar saya sementara saya tidur di kamar adik," jelasnya

No comments:

Post a Comment